Makalah Tentang Fisilogi Lambung

I. PENDAHULUAN
            Ulcus peptikum (Tukak peptik) merupakan suatu penyakit yang terjadi pada lapisan mukosa sebagai pelindung saluran cerna mengalami pengikisan. Tukak yang paling sering diderita oleh sebagian besar populasi di dunia adalah tukak duodenal dan tukak lambung (gastritis), tukak pada bagian bawah esophagus, tukak jejunum dan tukak ileum. 
Timbulnya penyakit tukak peptik sering berkaitan erat dengan infeksi Helicobacter pylori, penggunaan obat anti inflamasi non steroid (AINS), dan stress. Sedangkan faktor lain yang berkaitan dengan tukak peptik adalah Sindroma Zollinger-Ellison (ZES), radiasi, dan kemoterapi. Namun secara garis besar tukak peptik akan terjadi apabila faktor agresif dari asam klorida dan pepsin tidak dapat diimbangi oleh faktor defensif dari lapisan mukosa, sehingga akan timbul luka-luka mikro pada permukaan saluran cerna yang akan mengakibatkan peradangan dan menjadi tukak.
II.   FISIOLOGI LAMBUNG
II.1        Sekresi Asam 
Asam klorida disekresikan ke dalam lambung pada saat sel parietal yang terletak di mukosa lambung terstimulasi oleh asetilkolin, histamin, dan gastrin. Asetilkolin dilepaskan dari neuron vagal postganglion dan terikat pada reseptor M3. Histamin dilepaskan dari sel mast atau enterochromaffin-like cell (ECL) dan akan terikat pada reseptor H2. Sedangkan gastrin akan dilepaskandari sel G yang terdapat pada duodenal dan antral, kemudian ia akan bekerja langsung pada reseptor sel parietal atau menstimulasi histamin dari ECL. Selanjutnya histamin akan mengaktivasi enzim adenilat siklase untuk mengubah adenosin trifosfat (ATP) menjadi cAMP. Gastrin dan asetilkolin akan melepaskan kalsium dari intraseluler. Peningkatan jumlah cAMP dan kalsium akan mengaktivasi enzim H+/K+-ATPase yang berfungsi sebagai katalis pertukaran ion H+ intraseluler dengan ion K+ dari luminal.
Sekresi asam akan dihambat melalui penekanan stimulasi antral gastrin pada kondisi lambung yang sangat asam (pH<3,0) melalui mekanisme negatif feedback, sedangkan PGE2 akan menghambat sekresi asam yang distimulasi oleh histamin.

  II.2        Sekresi Pepsin / Pepsinogen
Sel mukosa lambung mensekresikan dua macam proenzim proteolitik yaitu pepsinogen I dan pepsinogen II. Pepsin akan diaktivasi pada kondisi pH 1,8-3,5 dan diinaktivasi pada pH 4. Pepsin dapat rusak permanen pada pH 7. Sekresi pepsinogen I berbanding lurus dengan laju sekresi asam.
II.3        Proteksi Mukosal
Terdapat beberapa mekanisme yang terjadi untuk melindungi mukosa saluran cerna dari substansi berbahaya yang dapat mengakibatkan terjadinya pengikisan lapisan mukosa tersebut, yaitu :
a.     Sekresi mukus
Mukus berfungsi sebagai lapisan lubrikan antara mukosa dengan isi dalam saluran cerna dengan cara melindungi sel-sel dibawahnya. Dibentuk pula mukus-gel atau lapisan yang tak bercampur untuk mencegah difusi balik ion H+.
b.    Sekresi bikarbonat
Bikarbonat akan disekresikan oleh sel parietal pada permukaan lambung dan duodenal, pankreas dan sistem empedu. Kemudian ia akan terperangkap dalam lapisan mukus-gel yang memiliki gradien pH antara sel epitel mukosa dengan lumennya. Bikarbonat akan menetralkan ion H+ dan mengurangi aktivitas pepsin yang berdifusi melewati lapisan mukus-gel. Bikarbonat pankreatik akan disekresikan ke dalam proksimal duodenum ketika asam masuk ke duodenum.
c.   Aliran darah mukosa
Aliran darah ke mukosa sangat penting untuk menjaga integritas mukosa. Bila terjadi aliran darah yang tidak efisien akan  mengakibatkan iskhemia dan menimbulkan tukak akibat stres, namun mekanismenya belum jelas.
d. Mekanisme penyembuhan luka dan pertumbuhan sel
Sel epitel pada permukaan saluran cerna memiliki tingkat pemulihan yang sangat cepat apabila mengalami luka. Faktor-faktor pertumbuhan akan menstimulasi pertumbuhan berbagai tipe sel dan ikut berperan dalam penyembuhan luka.
Apabila mekanisme penyembuhan luka ini terhambat maka akan mengakibatkan tukak yang parah.
e.   Prostaglandin
Prostaglandin E2 yang distimulasi di sel mukosa lambung dan duodenal akan menstimulasi sekresi mukus dan bikarbonat, menjaga aliran darah mukosa dan berpartisipasi dalam pertumbuhan sel-sel
epitelial.
  III. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Sebagian besar jenis tukak peptik terjadi karena keberadaan asam dan pepsin ketika Helicobacter pylori, obat AINS, dan faktor lain mengganggupertahanan mukosa normal dan mekanisme penyembuhan luka saluran cerna.Lokasi terjadinya tukak berhubungan dengan faktor-faktor etiologinya.
Pada kondisi tukak lambung terjadinya gangguan mekanisme defensifdisebabkan karena gastritis atrofi kronis, erubahan lendir lambung, danpengurangan sekresi asam. Gastritis atau radang lambung terjadi karena mukosa lambung cukup sering bersentuhan dengan aliran balik (refluks) getah duodenum yang bersifat alkalis sehingga terjadi peradangan yang berkembang menjadi tukak.
Faktor-faktor penyebab lain dari tukak lambung diantaranya :
1.      Infeksi Helicobacter pylori dengan peradangan dan kerusakan sel.
2.      Mekanisme penutupan sfincter pylorus tidak bekerja dengan sempurna sehingga terjadi refluks isi duodenum yang bersifat alkalis. Mukosa lambung akan dikikis oleh garam-garam empedu dan lysolesitin, akibatnya timbul luka-luka mikro, sehingga getah lambung dapat meresap ke dalam jaringan dalam.
3.      Gangguan motilitas lambung, khususnya gerakan peristaltik dan pengosongan lambung akan terhambat
4.      Menurunnya daya tahan mukosa terhadap sifat agresif HCl-pepsin, selain itu keutuhan dan daya regenerasi sel mukosa dapat diperlemah oleh hipersekresi HCl, penggunaan obat AINS dan adrenokortikosteroid.
5.      Hipersekresi asam yang merangsang dinding lambung secara kontinu  akan menyebabkan terjadi gastritis dan tukak ganas. Hipersekresi asam dapat terjadi sebagai efek samping dari tukak di duodenum dan agak jarang disebabkan oleh tumor pada pankreas dengan pembentukan gastrin.
6.      Stress atau ketegangan psikis dan emosional akan memicu pelepasan histamine berlebih yang berperan dalam  sekresi asam.
 MANIFESTASI KLINIK
1.      Dispepsia, berupa nyeri perut dengan rasa terbakar di bagian epigastrik terutama pada malam hari. Umumnya dialami oleh penderita tukak duodenum.
2.      Nyeri perut bila kosong dan akan terasa nyaman sesaat setelah mulai makan. Umum dialami oleh penderita tukak duodenum.
3.      Nyeri segera sesaat dan ketika sedang makan. Kadang-kadang rasa nyeri juga terasa di daerah punggung dan bahu. Banyak dialami oleh penderita tukak lambung.
4.      Sifat nyeri muncul lalu hilang. Setelah beberapa minggu rasa nyeri muncul kembali dengan intensitas yang lebih parah.
5.      Berat badan cenderung berkurang pada penderita tukak lambung  akibat rasa nyeri yang muncul sesaat dan ketika sedang makan.
6.      Berat badan cenderung naik pada penderita tukak duodenum. Berhubungan dengan rasa nyeri yang hilang dan munculnya rasa nyaman pada lambung ketika makan
VIII. KOMPLIKASI
Komplikasi akibat tukak peptik yang dapat terjadi adalah: perdarahan, perforasi, obstruksi pilorus, dan intraktibilitas.
1. Perdarahan.
Perdarahan merupakan komplikasi tukak peptik yang sangat sering  terjadi. Biasanya perdarahan terjadi pada dinding posterior bulbus duodenum karena erosi parteria pankreatikoduodenalis atau arteria gastroduodenalis.
Perdarahan yang terjadi secara terus-menerus dapat menyebabkan anemia defisiensi Fe dan melena (feses hitam akibat hidrolisis oleh asam). Perdarahan pasif pada tukak peptik dapat menyebabkan terjadinya hematemesis (muntah bercampur darah) yang dapat mengakibatkan syok sehingga penderita memerlukan penanganan transfusi darah dan pembedahan darurat. Syok juga dapat timbul akibat serangan rasa sakit yang tiba-tiba dan amat sangat akibat kekambuhan tukak.
2. Perforasi.
Yaitu terbentuknya pori-pori atau lubang-lubang mikro pada dinding lambung dan duodenum yang diliputi peritonium. Gejala-gejala yang terjadi adalah rasa nyeri mendadak pada abdomen bagian atas, beberapa saat kemudian terjadi nyeri yang sangat hebat dan rasa tegang pada abdomen akibat masuknya cairan lambung dan makanan dalam kavum peritonium mengkibatkan terjadinya peritonitis. Pada kondisi peritonitis ini penderita akan mengalami mual, muntah, frekuensi pernafasan cepat dan dangkal, tekanan darah sistole kurang dari 100 mmHg, perut tegang, suhu badan meningkat, serta takhikardia.
3. Obstruksi.
Obstruksi terutama terjadi pada bagian pilorus akibat edema atau peradangan pada tukak peptik. Pada keadaan ini terjadi retensi isi lambung dengan gejala anoreksia, mual, dan kembung. Selain itu dapat pula menimbulkan rasa nyeri dan muntah mengakibatkan dehidrasi dan penurunan kadar Cl, Na, dan K dalam serum dan peningkatan kadar urea dalam darah.
4. Intraktibilitas.
Intraktibilitas adalah keadaan tukak yang parah yang terjadi karena kegagalan terapi dalam mengatasi gejala-gejala yang timbul. Kegagalan terapi pada tukak peptik merupakan alasan utama dilakukannya pembedahan
IX. TERAPI
Terapi tukak peptik dilakukan dengan tujuan untuk:
§  Menghilangkan / mengurangi rasa sakit tukak
§  Mempercepat penyembuhan tukak
§  Mencegah kekambuhan tukak
§  Mengurangi / mencegah komplikasi
Terapi dapat dilakukan dengan pendekatan-pendekatan seperti:
§  Mengatasi infeksi H. Pylori
§  Menurunkan sekresi asam atau netralisasi asam yang dilepas
§  Melindungi mukosa dari kerusakan
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan tukak:
o   Lama waktu pengobatan / terapi, untuk tukak lambung biasanya lebih lama daripada tukak duodenum karena ukuran tukak rata-rata di lambung lebih besar daripada duodenum. Pemeliharaan terapi efektif menurunkan mkekambuhan gejala sampai dengan 20-40%.
o   Merokok, yang merupakan faktor resiko tukak peptik juga bisa menyebabkan terjadinya komplikasi. Fakta: merokok dapat menghalangi penyembuhan dan meningkatkan kekambuhan.
o   AINS termasuk aspirin juga bisa memperlambat penyembuhan
o   Faktor psikososial
IX.1 Terapi non Farmakologi
a.        Terapi nutrisi
Terapi nutirisi untuk penderita tukak peptik adalah untuk menurunkan sekresi asam lambung, mengeliminasi iritan lambung, serta mempromosikan penyembuhan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan pengaturan diet. Dasar diet untuk penderita tukak lambung adalah makan sedikit secara berulang kali, makanan yang mengandung susu dalam porsi kecil, makanan harus lembek dan mudah dicerna, tidak merangsang dan dapat menetralisir asam. Menghindari alkohol, kafein, merica, mentol, minuman soda. Untuk keadaan yang disertai dengan pendarahan diikuti dengan komsumsi suplemen besi dan evaluasi status vitamin B12
b.       Terapi perilaku
o   Memelihara dan mempertahankan bobot badan normal
o   Menghindari makan sebelum tidur karena akan dapat merangsang sekresi asam lambung secara berlebihan
o   Menghindari rokok
o   Menghindari aktivitas berat sebelum dan setelah makan karena akan mempengaruhi sekresi asam lambung dan kecepatan pengosongan lambung.
IX.1 Terapi Farmakologi
1.      Antagonis reseptor H2
Yang termasuk antagonis reseptor H2 adalah Simetidine, nRanitidine, Nizatidine, dan Famotidine. Senyawa-senyawa antagonis reseptor H2 secara kompetitif dan reversibel berikatan dengan reseptor H2 di sel parietal, menyebabkan berkurangnya produksi sitosolik siklik AMP dan sekresi histamine yang menstimulasi sekresi asam lambung. Interaksi antara siklik AMP dan jalur kalsium menyebabkan inhibisi parsial asetilkolin dan gastrin yang menstimulasi sekresi asam.
Yang potensinya paling lemah adalah simetidin sedangkan yang paling kuat adalah Famotidin. Ranitidin memiliki durasi yang lebih lama dari Simetidin. Ranitidine dan Simetidin digunakan juga untuk profilaksis. Reseptor H2 terdapat di lambung, pembuluh darah (menurunkan tekanan darah dengan menurunkan resistensi perifer, positif kronotropisme, inotropik positif).
Antagonis reseptor H2 menghambat secara sempurna sekresi asam lambung yang sekresinya diinduksi oleh histamin maupun gastrin, tetapi menghambat secara parsial sekresi asam lambung yang sekresinya diinduksi oleh asetilkolin. Hal tersebut dapat terjadi dengan melihat kembali mekanisme sintesis asam lambung di sel parietal.
Antagonis reseptor H2 juga menghambat sekresi asam lambung yang distimulasi oleh makanan, insulin, kafein, pentagastrin, dan nokturnal. Antagonis reseptor H2 mengurangi volume cairan lambung dan konsentrasi H + . Seluruh senyawa yang termasuk antagonis reseptor H2 efektif menyembuhkan tukak lambung maupun tukak duodenum. Secara umum kekambuhan setelah terapi umumnya berhenti (60-100%).
·         Simetidin, memiliki struktur imidazole, dapat terdistribusi luas ke seluruh tubuh, termasuk air susu dan dapat melewati plasenta. Diekskresi sebagian besar lewat urin, memiliki t½ pendek, meningkat pada gangguan ginjal. 30% dosis diinaktivasi lambat dalam hati. 70% dosis eksresi lewat urin dalam bentuk tidak berubah.
·         Ranitidine, memiliki cincin furan dan durasi yang lebih lama dan 5-10 kali lebih potensial dari simetidin. Ranitidine dimetabolisme dalam hati
·         Famotidin, memiliki struktur thiazole, serupa dengan Ranitidin pada aksi farmakologi. Memiliki aksi 20-60 kali lebih potensial dari Simetidin dan 3-200 kali lebih potensial dari Ranitidin. Famotidin dimetabolisme dalam hati
·         Nizatidin, memiliki struktur kombinasi cincin thiazole Famotidin dan rantai samping Ranitidin. Serupa dengan Ranitidin pada aksi farmakologi dan potensinya. Nizatidin dieliminasi melalui ginjal dan bioavailabilitas mendekati 100%.
Kegunaan terapi antagonis reseptor H2: Tukak peptic, Zoolinger Ellison Syndrom, Tukak akut, dan GERD (Gastro Esophageal Refluks Disease) / heart burn.
Efek samping Antagonis reseptor H2
o   Efek samping umum: Sakit kepala, pusing, mual, diare, obstipasi, sakit otot dan sendi, sistem saraf pusat (kecemasan, halusinasi terutama pada orang tua dan konsumsi jangka panjang), penurunan transaminase serum
o   Efek samping khusus: Simetidin memiliki efek anti androgen (walaupun jarang), ginekomastesia, penurunan jumlah sperma., juga menghambat sitokrom P-450 dan memperlambat metabolisme beberapa obat seperti warfarin, diazepam, phenytoin, quinidin, carbamazepin, theophylline, imipramin
2. Inhibitor pompa proton
Berikatan secara ireversibel dengan gugus sulfhidril pada sistem enzim H + /K + ATPase (pompa proton) dalam sel parietal sehingga menyebabkan Transpor H+ keluar dari sel parietalsehingga terjadi inhibisi sekresi asam lambung. Ikatan terjadi secara ireversibel sampai terbentuk enzim H+/K+ ATPase yang baru.
Yang termasuk inhibitor pompa proton antara lain Omeprazole, Lansoprazole, Rabeprazol, Pantoprazol. Senyawa-senyawa ini diaktivasi pada pH asam, bekerja kuat, dan umumnya digunakan setelah obat antagonis reseptor H2 tidak efektif. Efek penekanan sintesis asam lambung dimulai 1-2 jam setelah dosis pertama Lansoprazol dan lebih cepat untuk Omeprazole. Pengurangan sekresi asam harian dapat berkurang hingga 95%.
Inhibitor pompa proton digunakan untuk terapi pendek erosif esofagitis, tukak duodenal aktif, terapi jangka panjang kondisi patologi hipersekresi dan hanya Omeprazole yang dapat digunakan untuk terapi penyakit Refractory gastroesophageal reflux (GERD). Inhibitor pompa proton lebih kuat dalam menghambat sekresi asam lambung dibandingkan dengan antagonis resepotor H2, sehingga senyawa-senyawa ini baru digunakan apabila penggunaaan antagonis reseptor H2 untuk menangani tukak tidak berhasil.
Pada formulasi digunakan salut enterik untuk mencegah aktivasi prematur oleh asam lambung. Senyawa-senyawa ini diabsorpsi di usus, lalu di transpor ke sel parietal. Di sel parietal yang keadaannya bersifat asam, senyawa akan diubah menjadi metabolit yang aktif, yang kemudian metabolit aktif ini akan berikatan dengan sistem enzim H + /K + ATPase.
Inhibitor pompa proton dieksresi melalui urin dan feses dalam bentuk metabolit. Penggunaannya dapat menimbulkan efek samping seperti diare, mual, muntah, konstipasi, sakit kepala, kemerahan pada kulit. Obat sebaiknya dikonsumsi sebelum atau ketika makan, dan konsumsi senyawa yang menekan sekresi asam lain seperti antagonis reseptor H2 akan mengurangi efikasi inhibitor pompa proton.
3. Golongan Antasida
Antasida adalah obat yang menetralkan asam lambung sehingga efektifitasnya bergantung pada kapasitas penetralan dari antasida tersebut. Kapasitas penetralan (dalam miliequivalen) adalah mEq HCl yang dibutuhkan untuk memepertahankan suspensi antasida pada pH 3,5 selama 10 menit secara in vitro. Peningkatan pH cairan gastric dari 1,3 ke 2,3 terjadi penetralan sebesar 90% dan peningkatan ke pH 3,3 terjadi penetralan sebesar 99% asam lambung.
Antasida ideal adalah yang memiliki kapasitas penetralan yang besar, juga memiliki durasi kerja yang panjang dan tidak menyebabkan efek lokal maupun sistemik yang merugikan. Antasida dapat meningkatkan pH cairan lambung sampai pH 4, dan menghambat aktifitas proteolitik dari pepsin. Antasida tidak melapisi dinding mukosa namun memiliki efek adstringen.
Secara kimia antasida merupakan basa lemah yang bereaksi dengan asam lambung membentuk garam dan air. Antasida juga dapat
menstimulasi sintesis prostaglandin. Secara umum antasida dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu antasid sistemik dan non sistemik. Seluruh antasida dapat digunakan untuk terapi tukak duodenum dan terbukti efektif untuk tukak lambung akut.
·         Antasida sistemik, diabsorpsi dalam usus halus sehingga dapat menyebabkan urin bersifat alkali. Untuk keadaan pasien dengan gangguan ginjal, dapat terjadi alkalosis metabolik sehingga saat ini penggunaannya sudah jarang. Contoh antasida sistemik adalah Natrium bikarbonat (NaHCO3).
·         Antasida non sistemik, tidak diabsorpsi dalam usus sehingga tidak menimbulkan alkalosis metabolik. Salah satunya adalah Magnesium [Mg(OH)2], Aluminium [(Al(OH)3], Kalsium (CaCO3), Magnesium trisilikat (Mg2Si3O8nH2O), Magaldrat. Mg(OH)2 memiliki efek netralisasi yang lebih lama dibandingkan NaHCO3 atau CaCO3, sedangakan Magnesium trisilikat, Al(OH)3 dan Aluminium fosfat memiliki aktivitas antasid yang lemah. Magaldrat (hidroksi magnesium aluminat) ditransformasi menjadi ion Mg dan Al dengan adanya HCl. Salah satu efek samping antasida diantaranya Al(OH)3 memiliki efek samping konstipasi, sedangkan Mg(OH)2 memiliki efek samping diare. Untuk itu umumnya digunakan kombinasi dari kedua antasida ini sehingga fungsi saluran cerna menjadi normal kembali. Penggunaan NaHCO3 akan membebaskan CO2, sehingga menyebabkan sendawa dan kembung.
Adanya makanan dalam lambung dapat meningkatkan pH lambung sampai sekitar 5 selama sekitar satu jam dan dapat memperlama efek netralisasi dari antasid sampai 2 jam. Penyebab kegagalan pengobatan dengan antasida dapat terjadi karena frekuensi pengobatan tidak adekuat, dosis yang diberikan tidak cukup, pemilihan sediaan tidak tepat, dan sekresi asam lambung sewaktu tidur tidak terkontrol.
4. Pelindung mukosa lambung
Senyawa-senyawa yang melindungi mukosa lambung disebut juga dengan senyawa sitoprotektif. Senyawa ini bekerja meningkatkan mekanisme proteksi mukosa, mencegah kerusakan mukosa, mengurangi inflamasi, dan dapat menyembuhkan tukak yang ada.
Yang termasuk senyawa sitoprotektif adalah sukralfat dan bismuth subsalisilat. Sukralfat digunakan untuk tukak duodenum, efektif digunakan jangka panjang untuk mencegah kekambuhan. Sukralfat merupakan basa alumunium-sakarosa-sulfat yang pada permukaan ulkus akan membentuk senyawa kompleks dengan protein yang kemudian akan mencegah serangan faktor agresif (asam, pepsin, empedu). Sukralfat sebaiknya diberikan bersama-sama dengan antagonis reseptor H2 dan antasid. Sukralfat memerlukan suasana asam untuk aktifasi dan memiliki efek samping obstipasi dan kontraindikasi pada keadaan gangguan fungsi ginjal.
 Sukralfat dapat menghambat hidrolisis protein mukosa oleh pepsin, stimulasi produksi lokal prostaglandin dan factor pertumbuhan epidermal. Sukralfat juga dapat berikatan dengan garam empedu. Karena diaktivasi oleh asam, maka disarankan agar dikonsumsi ketika lambung kosong, 1 jam sebelum makan, dan penggunaan antasid dalam 30 menit sebaiknya dihindari. Bismuth subsalisilat umumnya digunakan dengan tambahan anti mikroba.
5. Analog Prostaglandin
Misoprostol, analog prostaglandin E1 mencegah tukak lambung yang diinduksi oleh penggunaan obat AINS, namun kurang efektif dibandingkan antagonis H2 untuk terapi tukak peptik akut.
Senyawa ini mencegah luka lambung melalui efek sitoprotektif. Misoprostol diberikan dengan dosis 0,1-0,2 mg sehari 4x dengan makanan atau setelah makan dan malam hari, dapat menurunkan sekresi asam basal antara (85-95%) atau sekresi asam yang distimulasi makanan(75-85%). Makanan dan antasid dapat menurunkan kesepatan absorpsi sehingga memperlambat tercapainya puncak konsentrasi misoprostol plasma.
Penggunaan misoprostol memberikan efek samping seperti diare, kontraksi uterin, dan dapat memperburuk keadaan inflamasi pada usus besar. Karena efek samping yang dapat diberikan maka penggunaannya kontraindikasi pada kehamilan dan menyusui.
6. Anti mikroba
Penggunaan anti mikroba pada penanganan tukak peptik ditujukan untuk mengatasi H. pylori. Namun penggunaannya selalu dikombinasikan dengan obat lain (Bismuth subsalisilat, , omeprazol, dan antagonis H2). Anti mikroba yang umum digunakan untuk tukak peptik diantaranya Amoksisilin, Klaritromisin, Metronidazol.
Pengobatan yang paling baik dikenal dengan “triple therapy” terdiri atas Bismuth subsalisilat, Metronidazol, dan Amoksisilin. Terapi selama 2 minggu dan dapat di tambahkan antagonis H2 selama 6 minggu. 80-90% tukak berhubungan dengan infeksi H. pylori di lambung. Infeksi menyebabkan gangguan pada produksi somatostatin oleh sel D sehingga terjadi penurunan inhibisi produksi gastrin yang akan menyebabkan produksi asam
meningkat dan gangguan pada prosuksi bikarbonat di duodenum.
7. Antikolinergik
Senyawa atau obat-obatan anti kolinergik akan bekerja secara antagonis dengan asetilkolin. Obat akan berikatan dengan reseptor asetilkolin sehingga tidak terjadi aktivasi pompa proton H + /K + ATPase yang kemudian akan menghambat sekresi asam lambung.
Anti kolinergik yang digunakan untuk terapi tukak peptik diantaranya Pirenzepin, Telenzepin. Penggunaan anti kolinergik dapat mengatasi tukak peptik dan Zoolinger Ellison Syndrom. Namun sekarang tidak lagi digunakan karena efek samping yang ditimbulkan lebih besar daripada efek yang diinginkan.
X. EDUKASI PASIEN
Pendidikan yang dapat diberikan kepada pasien yang mengalami tukak peptik diantaranya adalah:
1.      Berhenti merokok
2.      Menghindari obat-obatan AINS
3.      Menghidari alcohol, kopi, teh, makanan pedas dan minuman soda
4.      Pentingnya kepatuhan terapi
5.      Meneruskan terapi sampai waktu yang ditetapkan
6.      Jelaskan efek samping obat (feses hitam untuk terapi bismuth)
7.      Dorong pasien untuk berkonsultasi dengan dokter bila gejala tidak berkurang atau efek samping yang parah atau frekuensi kambuh tinggi
8.      Manajemen stress.
9.      Edukasi terhadap pasien penting untuk dilakukan agar terapi yang dilakukan dapat berhasil sehingga tujuan terapi dapat dicapai.
XI. GANGGUAN SPESIFIK TUKAK PEPTIK DAN PENANGANANNYA
XI.1 GERD (Gastroesophageal refluks disease)
·         GERD tingkat I: gangguan sekitar kurang dari 2-3 kali seminggu dan tidak ada gejala tambahan. Terapi: modifikasi gaya hidup, termasuk diet, penurunan berat badan, dll. Antasid dan atau antagonis reseptor H2 diperlukan.
·         GERD tingkat II: gejala yang lebih sering, dengan atau tanpa esofagitis Terapi: inhibitor pompa proton lebih efektif dibandingkan antagonis reseptor H2
·         GERD tingkat III: kronis, gejala yang tidak berhenti, komplikasi esophageal (penyempitan, Barrett’s metaplasia) Terapi: inhibitor pompa proton satu atau dua kali sehari
Regimen obat untuk terapi GERD:
1.      antagonis reseptor H2
a)   non erosive GERD
ü  simetidin 400 mg, 2x sehari
ü  ranitidine atau nizatidin 150 mg, 2x sehari
ü  famotidin 20 mg, 2x sehari
Diberikan antara sarapan dan makan siang, dan antara makan sore dan tidur malam.
b)   erosive GERD
ü  simetidin 400 mg setiap 6 jam
ü  ranitidine atau nizatidin 150 mg setiap 6 jam
ü  famotidin 20 mg setiap 12 jam
2.   inhibitor pompa proton
a)   non erosive GERD
ü  omeprazol 20 mg sehari atau 20 mg 2x/hari
ü  lansoprazol 30 mg sehari atau 30 mg 2x/hari
ü  rabeprazol 20 mg sehari atau 20 mg 2x/hari
ü  pantoprazol 40 mg sehari atau 40 mg 2x/hari
Diberikan setiap hari sebelum sarapan, dosis kedua jika perlu,
diberikan sebelum waktu makan sore.
XI.2 Penanganan Tukak Peptik
1.    Tukak aktif
a)    Antagonis reseptor H2
ü  simetidin 800 mg
ü  ranitidin atau nizatidin 300 mg
ü  famotidin 40 mg
(digunakan antara makan dan menjelang tidur)
b)   Inhibitor pompa proton
ü  omeprazol 20 mg
ü  lansoprazol 30 mg
ü  rabeprazol 20 mg
(digunakan sebelum sarapan)
2.   Terapi pemeliharaan
a)   Antagonis reseptor H2
ü  simetidin 400 mg
ü  ranitidin atau nizatidin 150 mg
ü   famotidin 20 mg
(digunakan antara makan malam dan menjelang tidur, untuk
mencegah epigastric pain nocturnal)
b)   Inhibitor pompa proton
ü  omeprazol 20 mg
ü  lansoprazol 30 mg
ü  rabeprazol 20 mg
(digunakan sebelum sarapan)
3.   Pencegahan tukak yang diinduksi AINS
a)    Misoprostol
Sekurang-kurangnya 0,2 mg 3x sehari
b)   Inhibitor pompa proton
ü  omeprazol 20 mg
ü  lansoprazol 30 mg
ü  rabeprazol 20 mg
(digunakan sebelum sarapan)
XI.3 Terapi yang lebih disukai untuk infeksi H. pylori
”Triple therapy” yang terdiri dari, ditambah:
·         400 mg ˜anitidine bismuth sitrat 2x sehari
·         1 g amoksisilin
·         500 mg klaritromisin atau 500 mg metronidazol (masing-masing 2x sehari)


“Quadraple therapy”
·         Inhibitor pompa proton 2x sehari
·         500 mg Tetrasiklin HCl 4x sehari
·         Bismuth subsalisilat atau subsitrat 4x sehari
·         500 mg metronidazol 3x sehari

0 Response to "Makalah Tentang Fisilogi Lambung"

Post a Comment